Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 29 Agustus 2014

percobaan tugas makalah tinjauan desain

BAB  1
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Iklan pada dasarnya adalah produk kebudayaan massa, produk kebudayaan masyarakat industri yang ditandai oleh produksi dan konsumsi massa. Kepraktisan dan pemuasan jangka pendek antara lain merupakan ciri–ciri kebudayaan massa. Artinya, massa dipandang tidak lebih sebagai konsumen. Maka
hubungan antara produsen dan konsumen adalah hubungan komersial semata. Pendeknya, tidak ada fungsi hubungan lain selain memanipulasi kesadaran, selera, dan perilaku konsumen (Tinarbuko, 1995:1). Dengan demikian, untuk merangsang proses jual beli atau konsumsi massa itulah iklan diciptakan.
Iklan memang menjalan fungsi kembar. Pertama, ia memberi informasi pada konsumen perihal ciri, kualitas, dan keunggulan produk. Kedua, iklan melakukan persuasi agar produk tersebut dibeli oleh konsumen. Fungsi kedua inilah merupakan fungsi utama iklan.
Terkait dengan masalah persuasi tersebut, tugas utama dari desainer iklan adalah bagaimana agar informasi tentang suatu produk diterima oleh konsumen sehingga produk tersebut tetap berkesan di benak konsumen. Tetapi hal itu saja belum cukup, sebab sasaran akhirnya adalah bagaimana agar kesan dan informasi itu sanggup membujuk konsumen untuk membuka dompetnya dan membeli produk yang ditawarkan. Seperti halnya jika kita melihat berbagai macam iklan kartu perdana yang ada di televisi. Tidak hanya penawarannya saja yg menggiurkan tapi model yang ada pada iklan tersebut terbilang cantik dan juga unik. Salah satunya saja iklan yang di keluarkan dari PT.INDOSAT yaitu yang di tujukan untuk kartu perdana IM3 dengan judul IM3 GROOVE. Selain dari kecantikan dan ketampanan model, iklan ini juga di tujukan kepada para remaja yang sering kali munggunakan bonusan yang ada dalam penawaran iklan tersebut.
Agar produknya dikenal oleh masyarakat, tentunya produsen ingin membuat iklan yang menarik dan kreatif  sehingga nantinya calon konsumen akan tertarik akan penawaran produk dari indosat.



1.1  Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah yang penulis angkat dalam paper ini antara lain:
1.2.1 Bagaimana menganalisa iklan IM3 yang mengandung unsur parodi dengan pendekatan semiotika ?
1.2.2 Apa makna denotasi dan makna konotasi yang terkandung dalam iklan IM3?
1.2  Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan paper ini yaitu :
1.3.1 Mengetahui bagaimana mengganalisa iklan IM3 yang mengandung unsur parodi dengan pendekatan semiotika.
1.3.2 Mengetahui apa makna denotasi dan makna konotasi dalam iklan IM3.
1.3.3 Menambah wawasan mahasiswa.

1.3  Metode penelitian
1.4.1 Kepustakaan
Metode ini menggunakan literatur untuk data komparatif dalam menunjang semua data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan untuk memperoleh teori- teori dan mempelajari peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penulisan ini dan menunjang keabsahan data yang diperoleh di lapangan (Moleong, 2001: 113). Metode kepustakaan adalah meliputi buku, koran, majalah, kamus (Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Kamus Bahasa Inggris-Indonesia) dan media komunikasi lainnya yang erat kaitannya dengan objek permasalahan.
1.4.2 Internet
Internet merupakan jaringan terbesar yang menghubungkan semua jaringan di dunia di mana jaringan ini melalui komunikasi protokol TCP/IP. Pertama kali dikenal dengan nama ARPANET dan pada tahun 1969, dan mengalami berbagai perubahan sehingga akhirnya menjadi jaringan internet seperti sekarang ini (Maria, 2008: 141). Dengan tersedianya alat pencarian yang canggih, server-server yang menyimpan data dan informasi yang tersebar di seluruh dunia, serta munculnya bisnis jual beli informasi maka semakin mudah bagi para peneliti untuk melakukan penelitian secara online (Sarwono&Lubis, 2007: 105).




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
a)    Tinjauan Umum Mengenai Iklan
Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat suatu media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Niken, 2007). Periklanan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan kesuatu khalayak, target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, pengeksposan langsung, reklame luar ruang, atau kendaraan umum (Lee, 2007). Alat dalam komunikasi periklanan selain bahasa, terdapat alat komunikasi lainnya yang sering dipergunakan yaitu gambar, warna, dan bunyi. Iklan merupakan sistem yang menggunakan tanda yang terdiri atas lambang baik verbal maupun ikon. Pada dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri dari dua jenis yaitu verbal dan non verbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, lambang non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan yang tidak secara meniru rupa atas bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna serupa atau mirip dengan keadaan sebenarnya, seperti gambar benda, orang atau binatang (Sobur, 2003).  
Iklan sebagai salah satu perwujudan kebudayaan massa tidak hanya bertujan menawarkan dan mempenagruhi calon konsumen untuk membeli barang atau jasa. Periklanan merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi kelompok atau masyarakat terhadap suatu produk dengan menonjolkan kelebihannya untuk proyeksi jangka panjang.  Seprti halnya obat batuk, maka diperlukan waktu yang cukup lama untuk meyakinkan konsumen bahwa tersebut memang baik.
Terlepas dari semua itu, atas nama target waktu, maka rancangan iklan selalu menggunakan teknik tertentu untuk mencapai tujuannya. Yang pertama, penjualan suatu ide yang merupakan garansi andalan terkait dengan masa berlakunya suatu barang atau jasa untuk jangka panjang. Yang kedua, penyebaran ide prihal keuntungan pihak komunikan bila menerima ide sebagaimana dianjurkan oleh komunikator, berupa penggunaan barang atau jasa yang disarankan, serta kenikmatan yang diperoleh atas penggunaan barang atau jasa itu sendiri.



b)   Teori Estetika Post Modern
Estetika dalam wacana postmodern kini tidak lagi mengindahkan perbedaan yang indah dan yang buruk, bahkan dengan pasti estetika dalam wilayah baru ini menyerap nilai-nilai keburukan sebagai yang estetis. Adapun bahasa estetik yang antara lain; Pastiche (Fredric Jameson; Linda Huthceon; Umberto Eco); Schizofrenia (Jaques Lacan); Camp (Susan Sontag); Kitsch (Greenberg), dan Parodi (Mikhel Bakhtin; Linda Huthceon).
·         Pastiche: dengan mengembangkan pemikiran Hutcheon, Piliang menjelaskan Pastiche adalah sebagai bentuk imitasi murni tanpa ada pretensi apa-apa.
·         Schizofrenia: dengan menggunakan teori Schizofrenia Lacan, sebagai gangguan bahasa; kegagalan bayi dalam memasuki ranah ujaran dan bahasa secara utuh.
·         Kitsch: sebuah istilah yang berakar dari bahasa Jerman verkitchen (baca: membuat menjadi murahan), atau kitschen secara literal berarti aktifitas memungut sampah dari jalan.
·         Camp: istilah lain dalam estetika postmodern yang sering kali disalah artikan sama dengan kitsche. Camp berarti bentuk pencirian pada sebuah gaya pada sebuah penciptaan (ke-artifisial-an). Camp sering kali menekankan pada bentuk dekorasi, tekstur, permukaan dan gaya dengan mengorbankan isi. Camp merupakan bentuk estetisme yang anti alam. Walaupun dalam teks- teks camp sering kali terlihat memuat obyek-obyek manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan, akan tetapi dalam visualisasinya secara ekstrim ditampilkan lebih kurus, jangkung, ataupun gendut. Dalam prakteknya camp menolak pada pembedaan seksual, melainkan sangat merayakan bentuk androgini serta perversi, (baca: bentuk peleburan gaya dan citra seksual yang referensinya tidak jelas).
·         Parodi: bahasa estetis yang digunakan untuk menjelaskan komposisi dalam karya sastra, seni atau arsitektur postmodern yang dalam prakteknya melakukan reduksi dari ciri khas seorang pengarang, seniman atau gaya tertentu dengan maksud menyelipkan sifat homoristik bahkan absurditas.


c)    Teori Semiotika
“Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Dalam pandangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian kedalam pelbagai cabang keilmuan, ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang pelbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa”. Dengan kata lain, bahasa dapat dijadikan dasar dalam beragam wacana sosial. “Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri” (Piliang,1998:262).
‘Tanda’ pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal yang lain, misalnya asap menandakan adanya api (Kurniawan, 2001:49). Semiotika adalah ilmu tanda yaitu metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda – tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah – tengah manusia dan bersama – sama manusia. Tanda – tanda terletak di mana – mana, kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Dapat dikatakan pula semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda, berfungsinya tanda, dan produksi makna. Tanda merupakan sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. “Segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda” (Zoest dalam Pilliang, 1999:12).
Dalam pandangan Zoest, yang dapat dikatakan sebagai tanda seperti, “Sebuah bendera kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makan, sebuah gejala mode, suatu gerak saraf, peristiwa memerahnya wajah dan sebagainya”. Dengan kata lain yang bisa dikatakan sebagai tanda merupakan segala apa yang terlihat dan dirasa oleh pancaindra.
1.    Semiotika Menurut Roland Barthes (1960 – 1970 )
Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes kemudian menciptakan lima kode yang ditinjaunya yakni:
·         Kode hermeneutik, yakni kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks.
·         Kode semantik, yakni kode yang mengandung konotasi pada level penanda.
·         Kode simbolik, yakni didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses.
·         Kode narasi atau proairetik, yakni kode tindakan atau lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang.
·         Kode kebudayaan atau kultural, yakni suara-suara yang bersifat kolektif, anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni dan legenda.
2.    Semiotika Menurut Pierce (North, 1995:45)
Merujuk pada teori Pierce (North, 1995:45), tanda-tanda dalam gambar dapat digolongkan ke dalam icon, indeks, dan simbol.
·      Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, ikon adalah tanda yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkan
·      Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti.
·      Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika sesorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya.
d)   Prinsip – Prinsip Desain
Berikut ini diuraikan mengenai prinsip-prinsip desain :
·         Keselarasan (Harmoni)
Keselarasan merupakan prinsip desain yang diartikan sebagai keteraturan tatanan diantara bagian-bagian suatu karya. Keselarasan dalam desain merupakan pembentukan unsur-unsur keseimbangan, keteraturan, kesatuan, dan perpaduan yang masing-masing saling mengisi dan menimbang. Keselarasan (harmoni) bertindak sebagai faktor pengaman untuk mencapai keserasian seluruh rancangan penyajian.


·         B. Kesebandingan (Proporsi)
Kesebandingan (proporsi) merupakan hubungan perbandingan antara bagian dengan bagian lain atau bagian dengan elemen keseluruhan.
Kesebandingan dapat dijangkau dengan menunjukkan hubungan antara:
1. Suatu elemen dengan elemen yang lain,
2. Elemen bidang/ ruang dengan dimensi bidang/ruangnya,
3. Dimensi bidang/ruang itu sendiri.
Dalam grafis komunikasi, semua unsur berperan menentukan proporsi, seperti hadirnya warna cerah yang diletakkan pada bidang/ruang sempit atau kecil.
·         C. Irama (Ritme)
Irama (ritme) dapat kita rasakan. Ritme terjadi karena adanya pengulangan pada bidang/ruang yang menyebabkan kita dapat merasakan adanya perakan, getaran, atau perpindahan dari unsur satu ke unsur lain. Gerak dan pengulangan tersebut mengajak mata mengikuti arah gerakan yang terjadi pada sebuah karya.
·         D. Keseimbangan (Balance)
Tujuan utama sebuah karya diskomvis adalah menarik dilihat. Disain komunikasi visual  sebagai media komunikasi yang bertujuan untuk mentransfer informasi secara jelas sekaligus estetis memerlukan keadaan keseimbangan pada unsur-unsur yang ada di dalamnya.

Bentuk keseimbangan yang sederhana adalah keseimbangan simetris yang terkesan resmi atau formal, sedangkan keseimbangan asimetris terkesan informal dan lebih dinamis.

Keseimbangan dipengaruhi berbagai faktor, antara lain faktor tempat posisi suatu elemen, perpaduan antar elemen, besar kecilnya elemen, dan kehadiran lemen pada luasnya bidang.

Keseimbangan akan terjadi bila elemen-elemen ditempatkan dan disusun dengan rasa serasi atau sepadan. Dengan kata lain bila bobot elemen-elemen itu setelah disusun memberi kesan mantap dan tepat pada tempatnya.

·         E. Penekanan (Emphasis)
Dalam setiap bentuk komunikasi ada beberapa bahan atau gagasan yang lebih perlu ditampilkan dari pada yang lain. Tujuan utama dalam pemberian penekanan (emphasis) adalah untuk mengarahkan pandangan pembaca pada suatu yang ditonjolkan. Emphasis dapat dicapai misalnya mengganti ukuran, bentuk, irama dan arah dari unsur-unsur karya desain.
2.2 Pembahasan Iklan

Pendekatan smiotika Pierce :
Ikon              : Seorang perempuan dan dua laki – laki yang sedang memegang handphone, yang mana handphone tersebut dinyatakan sebagai ikon.
Simbol          : Dengan maknanya bahwa simbol adalah tanda yang telah berlaku di masyarakat, maka simbol INDOSAT yang sudah terlihat sangat jelas sebagai simbol.
Indeks          : Warna kuning pada background tersebut sebagai suatu penanda untuk ketertarikan kepada konsumen. Keserasian simbol dengan warna juga sangat di perlukan. Maka calon konsumen akan berasumsi, jika mereka menggunakan kartu perdana ini maka banyak gratisan yang akan mereka dapatkan.

Makna Denotasi dan Makna Konotasi (Barthes) dalam iklan di atas yaitu :
NO


MAKNA DENOTASI
MAKNA KONOTASI
1
ILUSTRASI
    Tiga remaja yang sedang asyik memainkan handphone.

     kebiasaan anak muda yang suka banget menggunakan layanan internet dan nelp dengan menggunakan gratisan dari program kartu perdana.

    Remaja yang suka menggunakan layanan dengan gratis.

2
WARNA
Background berwarna kuning, hijau
Warna kuning berarti optimis. Optimis karena yakin akan mendapatkan gratisan. Hijau berarti pembaruan, karena akan memberikan sesuai yang di inginkan.
Warna kuning dan hijau adalah warna yang memberi kesegaran pada mata dan mudah di ingat di otak.
3
TIPOGRAFI
Menggunakan jenis huruf sans serif
Agar pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan jelas kepada khalayak
Bentuk huruf yang tidak memiliki kait, bertangkai tebal, sederhana dan lebih mudah dibaca dan sifat huruf ini kurang formal.







Prinsip – prinsip Desain dalam iklan di atas :
NO

1
Keseimbangan (Balance)
Secara keseluruhan iklan ini menarik untuk di lihat. Informasi yang disampaikan jelas. Elemen-elemen yang disusun tepat dan seimbang.
2
Irama (Ritme)
Dalam iklan ini adanya pengulangan pada bidang/ruang yang menyebabkan kita dapat merasakan adanya pergerakan, getaran, atau perpindahan dari unsur satu ke unsur lain.
3
Kesebandingan (Proporsi)
Iklan ini dapat dikatakan proporsi karena hubungan perbandingan antara bagian dengan bagian lain atau bagian dengan elemen keseluruhan. Proporsi dapat dijangkau dengan menunjukkan hubungan antara:
1. Suatu elemen dengan elemen yang lain,
2. Elemen bidang/ ruang dengan dimensi bidang/ruangnya,
3. Dimensi bidang/ruang itu sendiri.
4
Keselarasan (Harmoni)
Dilihat secara keseluruhan, iklan ini dapat dikatakan harmoni karena unsur-unsur keseimbangan, keteraturan, kesatuan, dan perpaduan yang masing-masing saling mengisi dan menimbang.
5
Penekanan (Emphasis)
Dalam iklan ini terdapat penekanan (emphasis) pada teks yang bertujuan untuk mengarahkan pandangan pembaca pada suatu yang ditonjolkan.






BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Iklan selain merupakan kegiatan pemasaran juga berupa aktivitas komunikasi. Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan sangat tergantung dari siapa khalayak sasaran yang dituju serta melalui media apa iklan tersebut sebaiknya disampaikan. Karena itu, untuk membuat komunikasi menjadi efektif, pemahaman tentang khalayak sasaran, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, merupakan prasyarat yang bersifat mutlak.
Pemahaman secara kuantitatif akan menjamin bahwa jumlah pembeli dan frekuensi pembelian yang diperoleh, akan sejalan dengan target penjualan yang telah ditetapkan. Sedangkan pemahaman secara kualitatif akan menjamin bahwa pesan iklan yang disampaikan senantiasa sejalan dengan tujuan pemasaran yang telah disepakati.
Dalam pembuatan iklan berbagai upaya kreatif dilakukan seperti halnya dengan menggunakan daya tarik humor. Menampilkan cerita-cerita jenaka, memparodikan diadegan tertentu dan menggunakan plesetan-plesetan. Hal ini akan menarik minat calon konsumen untuk ingin mengetahuinya lebih lanjut.
3.2 Saran
 Dalam pembuatan iklan harusnya berpedoman dengan prinsip – prinsip desain dan juga para desainer harus mengikuti betul tentang perkembangan yang ada di dunia remaja dan sebagainya, untuk menghasilkan suatu desain yang paling baru di antara desain yang baru. Sehingga nantinya bisa mempengaruhi calon konsumen untuk menggunakan produk yang sudah di tawarkan.








DAFTAR PUSTAKA
Tinarbuko, Sumbo. 1995. ‘’Wanita dalam Iklan’’. Bandung: Makalah Desain dan Kebudayaan, Program Magister Seni dan Desain ITB.
Tinarko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta : JALASUTRA
Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta : ANDI

Kaelan. 2009. “FILSAFAT BAHASA SEMIOTIKA dan HERMENEUTIKA”.Yogyakarta : PARADIGMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About